Gus Dur Sang Perubahan

Fadli Aufa
9 min readFeb 26, 2022

--

*Tulisan ini merupakan tulisan saya semasa kuliah semester lalu, untuk mata kuliah pancasila.*

Setelah kepemimpinan era Presiden Soeharto berakhir, maka rezim orde baru juga telah berakhir. Seketika Soeharto pun lengser dan sementara digantikan oleh wakil presidennya, yaitu Habibie. Dengan rezim orde baru yang telah berakhir, maka dengan cepat era baru pun lahir, yaitu era reformasi. Salah satu fase reformasi yang menjadi awal perubahan, adalah ketika presiden Gus Dur menjabat sebagai presiden ke-4. Perubahan yang terjadi adalah pada perubahan militer, politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Sejak Orde Baru telah berakhir yang telah ditumbangkan oleh Mahasiswa dan cendekiawan lainnya, Indonesia dengan cepat banyak mengalami perubahan dan dengan cepat peran militer yang pada era Soeharto sangat kuat dan totaliter berubah banyak saat era reformasi lahir. Dwifungsi yang ada pada militer saat rezim orde baru berjalan, telah dihapus pada saat era reformasi. Sejak lengsernya orde baru, ada harapan dan kesempatan bagi Indonesia untuk menjalankan demokrasi secara terbuka bagi semua pihak,

K.H. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur dipilih melalui pemilihan tertutup yang demokratis di gedung DPR/MPR, yang dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 1999. Pada pemilu 1999 Abdurrahman Wahid mengungguli Megawati dengan 373 suara dengan begitu maka otomatis Abdurrahman Wahid menjadi Presiden ke-4 dan Megawati menjadi Wakil Presiden dari Abdurrahman Wahid.

Sejak K.H. Abdurrahman Wahid menjadi presiden, banyak sekali perubahan yang beliau lakukan dari perubahan mendasar hingga melakukan melakukan perubahan pada militer, Gus Dur memperlakukan militer Indonesia sebagai kekuatan pertahanan yang secara profesional melindungi dan menjaga keamanan nasional. Gus Dur juga memegang suatu konsep, yang dimana prinsip-prinsip itu ia pegang secara konsisten dan berakar pada pemahaman dan falsafah islam liberal. Pemahaman islam liberal ini menekankan pada sifatnya yang mempertahankan aspek-aspek humanis dan memposisikan sebagai gerakan yang progresif bahkan modernis yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Selain itu Gus Dur juga memiliki prinsip dan pemahamannya yang menekankan pada rahmat, pengampunan pada tuhan dan percaya akan kasih sayang tuhan. Konsep ini selalu Gus Dur pegang di dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan beragama. Tidak heran Gus Dur selalu dihormati dan dihargai oleh masyarakat minoritas di Indonesia.

Pada saat Gus Dur masih muda, beliau banyak membaca buku, di rumahnya tidak hanya buku cetakan Indonesia yang dimiliki, namun ada terdapat buku-buku cetakan Inggris, Perancis, Belanda, Arab dsb. Tidak heran pada saat muda dan menjadi pemimpin di Nadhlatul Ulama beliau memiliki pemikiran yang terkesan liberal dan progresif dalam menaruh perhatian terhadap modernitas.

Gus Dur ketika masih muda

Pada masa kepemimpinannya, Gus Dur membentuk kabinet yang disebut kabinet Persatuan Nasional, kabinet ini meliputi berbagai anggota partai politik seperti: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Kabinet ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan negara sebelumnya serta dapat membangun tradisi pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi dan efektif.

Gus Dur banyak di masa kepemimpinannya melakukan langkah-langkah yang cukup kontroversial dan progresif, berikut kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur semasa beliau menjabat.

Pada bidang politik, Abdurrahman Wahid melakukan kebijakan pertamanya dengan membubarkan Departemen Penerangan ( Masa sekarang disebut Departemen Menteri Teknologi dan Informasi) karena menurut Gus Dur kegunaan dari departemen tersebut mengekang kebebasan pers, sehingga rakyat tidak bisa secara lugas menyampaikan aspirasinya. Dengan dibubarkannya Departemen tersebut maka kebebasan pers di Indonesia semakin terjamin.

Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah juga tidak luput dari kebijakannya Gus Dur. Pada masa pemerintahan Habibie Departemen Koperasi memiliki peran yang besar dalam menumbuhkan dan menormalkan roda ekonomi kerakyatan di Indonesia. Namun, ketika Gus Dur menjadi Presiden, Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur ekonomi di daerah sekaligus menandai sistem ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak (Ishack, 2008).

Panglima TNI yang sebelumnya selalu dipimpin oleh Angkatan Darat pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto, berubah saat Gus Dur memimpin. Laksamana Widodo A S ditunjuk oleh Gus Dur untuk menggantikan Wiranto yang kala itu menjabat menjadi Jenderal TNI. Alasan ini bukanlah semata-mata bahwa Gus Dur meremehkan Angkatan Darat, melainkan Gus Dur ingin melakukan pola yang bergantian dalam menunjuk Panglima Angkatan Darat, maka Gus Dur menunjuk Laksamana Widodo A S dari Angkatan Laut sebagai Panglima TNI yang baru.

Dalam politik internasional, Gus Dur mengambil langkah yang cukup kontroversial karena pada saat itu Gus Dur mengupayakan Indonesia untuk membuka kerja sama dengan Israel, karena proses ini tidaklah mudah dan sulit, protes rakyat pun bergejolak untuk segera membatalkan kerja sama dengan Israel. Wakil rakyat meminta Gus Dur untuk menunda untuk membuka hubungan antar Indonesia-Israel. Menurut Gus Dur diplomasi antara Indonesia dan Israel masih lebih baik daripada Indonesia bekerja sama dengan Rusia, China, dan Korea Utara yang secara terang-terangan dalam konsep agama ketiga negara tersebut adalah ateis (tidak bertuhan) sementara Israel merupakan negara yang memiliki agama Yahudi dan Nasrani dan masih mengakui adanya Tuhan. Agama Islam merupakan agama yang masih satu rumpun dengan mereka, agama samawi. Dan membuka hubungan kerja sama dengan Israel tidaklah buruk daripada bekerja sama secara sembunyi-sembunyi.

Hal ini mengakibatkan Gus Dur seketika dituduh sebagai pro Zionisme karena mendukung Israel. Nyatanya, hal ini adalah tuduhan yang tidak benar. Gus Dur selama menjabat sebagai Presiden, beliau aktif mendukung kemerdekaan Palestina, selama beliau masih hidup Gus Dur senantiasa konsisten dalam posisi keberpihakannya kepada Palestina. Gus Dur ingin konflik kedua negara tersebut diselesaikan secara diplomasi tanpa pertumpahan darah dan perang saudara.

Presiden Palestina (Yasser Arafat) dan Presiden Indonesia ( Abdurrahman Wahid) sedang berdiplomasi membicarakan kemerdekaan Palestina.

Sebagai upaya untuk mengatasi krisis moneter yang terjadi di era Orde Baru dulu. Pemerintah berupaya untuk memperbaiki sistem ekonomi Indonesia dengan membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk menjadi solusi dan memecahkan masalah ekonomi di Indonesia. Diketuai oleh Dr. Emil Salim dengan wakil ketua Subiyakto Tjakrawerdaya. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid nilai tukar rupiah terhadap dollar menyentuh angka Rp. 6.700/US$. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi Indonesia di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid cenderung stabil.

Indonesia juga pada saat itu memiliki anggaran negara yang minus sebesar 42 trilliun, namun sepanjang tahun 2000 ekonomi Indonesia mulai mendekati stabil. Bila pada tahun 1999 ekonomi Indonesia mengalami kenaikan yang rendah maka di tahun 2000-an Presiden Abdurrahman Wahid mampu membawa pertumbuhan ekonomi hingga 3–4% ini merupakan prestasi yang luar biasa, karena berbeda pada saat akhir masa orde baru pertumbuhan ekonomi yang menurun karena dampak krisis moneter. Penyebabnya adalah konsumsi tertunda, karena pada akhir 1998 masyarakat menyimpan uangnya di bank sekarang di tahun 2000-an ketika ekonomi Indonesia mulai membaik mereka mengkonsumsinya secara teratur.

Lalu jika melihat pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid komoditas pertanian dan elektronik mengalami kenaikan dalam produksi ekspor, yang diuntungkan karena nilai tukar mata uang Rupiah dan Dolar. Pada bidang sumber daya, harga minyak bumi dan gas alam juga mengalami peningkatan dalam produksi ekspor. Hal ini menjadi faktor penting untuk menambah pemasukan kas Negara.

Presiden Abdurrahman Wahid juga memiliki sebuah gagasan sekuritasisasi aset yaitu aset negara, terutama pada sektor tambang, menurutnya aset-aset negara tersebut dinilai terlebih dahulu, kemudian pemerintah bisa memperjual-belikan untuk membangun pembangunan negara dan membanguna infrastruktur nasional. Namun, gagasan tersebut tidak dapat terwujud dikarenakan pada saat proses sedang ingin berlangsung Gus Dur diberhentikan menjadi presiden oleh MPR melalui Sidang Istimewa dan Presiden langsung digantikan oleh Megawati.

Seperti yang telah disebutkan bahwa Gus Dur melakukan pergantian panglima TNI yang biasanya selalu berasal dari Angkatan Darat maka Gus Dur merubah siklus tersebut dengan mengganti Wiranto yang berasal dari Angkatan Darat dengan Laksamana Widodo A S yang berasal dari Angkatan laut. Gus Dur ingin menunjuk secara bergantian bahwa tidak hanya Angkatan Darat yang selalu menjadi Panglima, melainkan semua divisi berhak menjadi Panglima TNI selama memiliki prestasi yang baik dan berjuang membela negara.

Gus Dur juga melakukan reformasi dalam militer dan menciptakan supremasi sipil, yaitu (Muhaimin, 2008):

  1. Mengurangi jumlah perwira yang duduk di jabatan publik baik yang duduk di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
  2. Memisahkan Polri dan TNI sehingga Polri tidak memiliki struktur militer yang melekat didalamnya melainkan semua komando berasal dari Presiden
  3. Membentuk komisi penyidik HAM guna menyelesaikan kasus yang bertentangan dengan HAM seperti kasus Trisakti, Tanjung priok, dan peristiwa Timor Timur yang diduga TNI ikut campur dalam kasus ini.
  4. Penyelesaian masalah gerakan separatis di Aceh yang menggunakan diplomasi daripada supremasi militer
  5. Pergantian Menko Polsoskam dari Jenderal (Purn) Yudhoyono kepada Jenderal (Purn) Agum Gumelar karena diduga membahayakan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid karena sebagai simbolisasi supremasi sipil

Langkah yang dilakukan Gus Dur dalam melakukan perubahan di bidang hukum antara lain dengan memisahkan TNI dan Polri melalui ketetapan MPR/VI/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri. Pasal ini berisi, “Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.” Pasal 2 dari Tap tersebut menyiratkan usaha untuk memperkuat, dengan cara mempertegas peran TNI dan Polri. Ayat (1) berbunyi, “TNI adalah alat yang berperan dalam pertahanan Negara.” Ayat 2 berisi, “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat yang berperan dalam memelihara keamanan”.

Kemudian terdapat pula pasal untuk mengentaskan korupsi, yaitu PP №19/2000 mengenai dibentuknya tim gabungan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tim ini bertujuan untuk mengatasi dan membongkar korupsi yang terjadi pada era orde baru lalu, terkait dengan Soeharto dan kroni-kroninya yang diduga terlibat kasus KKN di masa pemerintahannya.

Yang terjadi adalah saat Gus Dur mencoba membuka kembali penyidikan Soeharto dimana 3 yayasannya, Dharmais, Supersemar, dan Dakab yang diketuai sendiri oleh Soeharto, mendadak tidak bisa diadili dikarenakan Soeharto tidak pernah hadir sebagai tersangka di pengadilan. Dengan demikian Soeharto gagal diadili oleh Gus Dur atas semua KKN yang dilakukannya.

Alasan yang mendukung Soeharto sebagai tersangka adalah dikarenakan dana yang diterima oleh ketiga yayasan ini berasal dari BUMN dengan penyalahgunaan wewenang melalui PP №15 tahun 1976 dan Kepmenkeu №33 tahun 1978. Penyalurannya hanya diketahui oleh kroninya saja tidak sampai Soeharto sehingga sulit bagi Gus Dur untuk menyingkap tabir korupsi.

Pak Harto dan Gus Dur bersilaturrahmi

Sebagai upaya untuk melawan disintegrasi dan konflik antar umat beragama, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan kebijakan yang memberikan kaum minoritas untuk bisa menjalankan agamanya secara bebas dan damai. Hal itu dibuktikan dalam keputusannya, yaitu:

1. Keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu

2. Melalui Keputusan Presiden №6 tahun 2000 juga etnis minoritas seperti etnis Tionghoa dapat memiliki kebebasan memilih agamanya dan mereka juga dapat menggelar budayanya secara terbuka seperti misalnya pertunjukan barongsai.

3. Menetapkan tahun baru Imlek sebagai tahun baru cina dan sebagai hari besar agama, sehingga hari tersebut menjadi hari libur nasional.

Dengan melakukan kebijakan tersebut, tidak heran jika Gus Dur disebut bapak pluralisme Indonesia karena perjuangannya memperjuangkan etnis minoritas melawan kekerasan dan ketidakadilan. Dengan memperjuangkan hak minoritas, Gus Dur dengan lantang menyampaikan gagasannya bahwa Tuhan tidak perlu dibela, melainkan manusia harus membela mahluk-mahluk ciptaan tuhan.

Selama masa kepemimpinannya Presiden Abdurrahman Wahid sering sekali mengeluarkan pernyataan kontroversialnya. Disaat beliau masih memimpin, Departemen Penerangan dan Departemen Sosial ia ringkus, karena menurutnya Departemen Penerangan menjadi alat untuk mengganggu jalannya demokrasi dan Departemen Sosial yang menurutnya menjadi sarang bagi koruptor untuk beraksi.

Selain itu Gus Dur sering mengeluarkan keputusan sendiri dan dinilai berseberangan dengan MPR dan DPR, Gus Dur juga mengatakan bahwa ia mengeluarkan dekrit presiden dimana disitu ia menyebutkan untuk membekukan MPR dan DPR sekaligus mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat. Sontak hal ini membuat MPR dan DPR mempercepat Sidang Istimewa dari yang diselenggarakan pada bulan Agustus dipercepat menjadi 23 Juli dimana beliau mengeluarkan dekritnya, pada saat Sidang Istimewa Gus Dur secara sah diturunkan jabatannya sebagai Presiden dan suasana di Istana Negara pada waktu itu sangat panas karena massa pendukung Gus Dur dan TNI saling bertemu dan berujung konflik, dikarenakan Gus Dur pada waktu itu tetap bersikukuh menjadi presiden dan memilih untuk mengalah dan meletakkan jabatannya sebagai Presiden.

Hal ini juga yang menjadi kelemahannya dalam menjadi Presiden, beliau sering melontarkan kata-kata yang memancing media yang menimbulkan meningkatnya suhu didalam politik. Masyarakat pada akhir kepemimpinannya juga kurang antusias dengan gaya kepemimpinannya. Dengan gaya kepemimpinan Gus Dur yang kontroversial ini membuat banyak pihak yang semula mendukung menjadi antipati ketika Gus Dur mengeluarkan kebijakan yang dinilai terlalu terburu-buru dan bersifat provokatif.

Gus Dur melihat Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa yang perjuangannya harus diperjuangkan dimana selama ini Pancasila di masa orde baru sebagai alat bagi penguasa untuk mendoktrin lewat nilai-nilainya dan digunakan untuk melemahkan rakyat. Kasus penataran P4 yang pada masa orde baru digalakkan, agenda ini menurut Gus Dur hanya membuat rakyat semakin takut dengan ancaman-ancaman dari ganasnya rezim bukan semakin cinta dan patuh melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.

Gus Dur juga beranggapan bahwa Pancasila selama Pemerintahan Soeharto ditafsiri secara monolitik, dan tafsir monolitik ini dijadikan alat represi oleh penguasa. Akibatnya, jika seseorang berbuat tindak kriminal maka dirinya dianggap sebagai musuh dan melawan Pancasila. Dan jika hal tersebut ditafsiri secara tekstual maka mereka yang dianggap kriminal akan memperoleh hukuman berat dan berhadapan dengan militer. Maka perlu adanya reformasi pemikiran dalam memahami Pancasila tidak secara tekstual melainkan secara kontekstual. Pancasila sebagai ideologi pemersatu harus ditafsiri secara objektif agar menjadi pemersatu bangsa bukan sebagai alat yang bersifat represif.

--

--